Stigma autis di Indonesia memang masih buruk. Autis masih dikira sebagai penyakit menular yang bisa menjangkiti anak kecil lain bila berinteraksi, atau bahkan masih menganggap autis sebagai gangguan kejiwaan yang harus dihindari dan dikucilkan oleh lingkungan sekitar. stigma ini muncul lantaran kurang tahunya pehamanan tentang autisme, mitos yang salah, dan beberapa ketakutan yang kurang mendasar dan dikenal oleh masyarakat.
Autisme adalah kutukan. Banyak yang percaya bahwa autis adalah kutukan atau hukuman yang ditujukan kepada keluarga tersebut. Autisme menurut masyarakat adalah pembalasan atas perbuatan buruk yang dilakukan selama ini. Jika dinilai, maka autis dinilai sebagai karma dari perbuatan buruk. Selain itu, karena kurang pehamanan atas pengobatan yang tepat atau bahkan memilih pendidikan yang tepat bagi anak dengan autis.
Selain itu, ternyata 1 dari 160 anak di dunia ini menyandang autis, dari data yang dikemukan oleh WHO. Bukan hanya sebagai penyakit kelainan secara komunikasi karena memiliki spekturm berbeda, ternyata Autis juga bisa menyebabkan kecacatan pada anak-anak dan remaja, serta berdampak pada kesehatan fisik, mental, sosial dan ekonomi.
Di Indonesia, 500 orang setiap tahunnya mengalami gangguan spektrum austime. Pada periode tahun 2020-2021 saja, penyandang autisme semakin bertambah dan dilaporkan sebanyak 5.530 kasus gangguan perkembangan anak, termasuk gangguan spektrum autisme yang dilakukan perawatan di puskesmas. Sementara menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (KemenPPPA) ini bahwa Indonesia mencatat peningkatan prevalensi autisme dari 1 per 1.000 penduduk menjadi 8 per 1.000 penduduk, melebihi rata-rata global yang sebesar 6 per 1.000 penduduk.
Banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh penyandang autisme di Indonesia. Kasus perundungan, dan banyak sterotip inilah yang membuat penyandang autisme ini sulit mendapatkan akses kesehatan dan pendidikan yang layak. Pun ketika di masyarakat stigma buruk ini terus menerus dan tidak berhenti serta tidak ada solusinya.
Alvinia dan Tim Memperjuangkan Teman Autis
Stigma serta minimnya perhatian dari masyarakat tentang autisme inilah yang mendorong Alvinia dan timnya menciptakan wadah edukasi untuk mempermudah orang tua maupun masyarakat umum dalam mendampingi anak-anak autis. Teman Autis diprakarsai oleh Ratih dan Alvinia sebagai co-founder serta beberapa teman lain dengan beragam latar belakang sepertiĀ guru anak berkebutuhan khusus, ahli pemasaran digital, konselor hukum, dan berbagai bidang lainnya.
kepedulian terhadap autisme ini dimulai dengan membuat website khusus yang bisa diakses secara khusus oleh orang tua penyandang autisme atau seluruh masyarakat yang membutuhkan informasi mengenai autisme. Hal yang paling banyak dibahas adalah seputar dasar dan pengetahuan mengenaui autisme, atau diagnosa awal penderita autis yang belum banyak orang tahu. Semua informasi penting ini bisa diakses melalui wesbite https://www.temanautis.com .
Sahabat Autistik juga telah bekerja sama dengan lebih dari 100 klinik, pusat terapi dan sekolah di Indonesia. Melalui upaya kolaboratif ini, mereka berharap dapat menyediakan lebih banyak sumber daya dan dukungan yang dibutuhkan bagi penyandang autisme dan keluarga mereka di seluruh negeri.
Tidak hanya bergerak melalui media web saja, Teman Autis punĀ memiliki banyak program yang secara langsung menyentuh dan berhadapan langsung dengan orang tua. Beberapa program yang berusaha melawan stigma dan diskriminasi dari penyandang autisme :
- Menyelenggarakan seminar, workshop, diskusi dan pelatihan mengenai autisme bagi masyarakat umum, guru, orang tua dan penyandang autisme.
- Menjalankan kampanye sosial melalui media sosial, poster, spanduk dan video untuk menyebarkan pesan positif tentang autisme.
- Mengunjungi sekolah inklusif, pusat rehabilitasi dan rumah tinggal bagi penyandang autisme untuk memberikan dukungan dan motivasi.
- Menyelenggarakan acara kreatif dan rekreasi bersama penyandang autisme, seperti lomba melukis, musik, olah raga, piknik dan lain-lain.
Dengan adanya beragam program ini, tentu saja bisa meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang autisme. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh komunitas Autistic Friends pada tahun 2023, sebanyak 87% responden menyatakan bahwa mereka lebih memahami apa itu autisme setelah mengikuti kegiatan yang diadakan oleh komunitas ini.