Kupang

Lewat GARAMIN, Elmi Sumarni Ismau Lawan Stigma Difable

Pada saat hidup sedang berada dibawah, kadang Tuhan menunjukan kepada kita, bahwa fisik yang sempurna pun memiliki kelemahan. Namun, biasanya Tuhan akan membandingkan kesempurnaan dengan kekurangan fisik seseorang. Pada saat sedang sedih, tiba-tiba melihat seorang dengan keterbatasan fisik, membuat kesedihan itu seakan sirna dan berusaha bangkit serta melanjutkan mimpi-mimpi yang selama ini belum dicapai.

Pun demikian dengan Elmi Surami Ismau, penyandang disabilitas yang tidak menyerah dengan keterbatasan fisik dan mampu mengubah keterbatasan fisik menjadi sebuah motivasi untuk difable untuk bangkit dan berjuang melawan stigma negatif yang beredar di masyarakat.

GARAMIN, Sebuah Gerakan Melawan Stigma Difable

Keterbatasan fisik bukan alasan Elmi untuk terus berjuang sebagai corong bagi penyandang diabilitas yang belum memilii suara dan menyuarakan stigma yang dibangun oleh masyarakat. Dan, Elmi beserta keempat temannya membentuk Gerakan Advokasi Transformasi Disabilitas Untuk Inklusi (GARAMIN) NTT pada 14 Februari 2020, di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Tujuan dari gerakan ini antara lain ingin mengubah sebuah stigma tentang penyandang disabilitas yang selama ini dipandang sebelah mata dan menjadi beban baik bagi masyarakat dan pemerintah. Kaum difable ini juga bisa memberikan suara, sumbang sih, bahkan bisa menjadi pemimpin yang menyuarakan kesetaraan hak dan berkontribusi bagi pembangunan dan pengembangan baik di daerah maupun di pusat bahkan di dunia internasional.

Pada saat pandemi, GARAMIN turut serta dalam memberikan edukasi terkait virus COVID-19 dan membantu pendampingan penyandang diabilitas yang tidak memiliki akses terhadap vaksin karena tidak memiliki kartu identitas atau e-KTP dan Kartu keluarga. Dengan pendampingan tersebut, maka akses penyandang disabilitas terhadap obat-obatan dan vaksin COVID-19 pun menjadi lebih mudah.

Tidak berhenti sampai disitu saja, GARAMIN pun ikut andil dalam penanganan badai Seroja yang terjadi pada tahun 2021. Para relawan turut andil dalam penanganan bencana terutama difable yang membutuhkan pertolongan lebih. Pada saat bencana tersebut, fasilitas yang disediakan untuk penyandang diabilitas masih kurang, sehingga relawan pun harus bekerja ekstra dalam memenuhi kebutuhan korban terutama difable.

Perjuangan Hak kesetaraan dan Sarana Prasaran Kaum Difable

Salah satu program yang dilaksanakan oleh GARAMIN adalah Desa Inklusif sebagai solusi atas banyaknya penyandang disabilitas di Sumba yang tidak memiliki akses terhadap fasilitas umum sehingga sering diperlakukan tidak hormat oleh masyarakat dan selalu membutuhkan bantuan dari orang lain.

Melawan stigma difable yang hanya menjadi beban keluarga dan masyarkat juga diperjuangkan oleh GARAMIN, dan ditegaskan dalam penyediaan aksesbilitas penyandang disabilitas, sarana ndan prasarana. Contohnya pada saat menggunakan kendaraan publik, biasanya tidak disediakan tempat khusus penyandang disabilitas. Atau pada saat mengakses gedung publik pun tidak disediakan lift dan hanya menyediakan anak tangga sehingga sangat menyulitkan akses penyandang disabilitas.

Tidak hanya dalam penyediaan sarana publik, ketersediaan dan keterbukaan informasi bagi penyandang disabilitas masih jauh dari kata cukup. Pada saat seminar atau menonton tanyangan tidak disediakan juru bahasa isyarat untuk teman tuli atau netra, dan tidak disediakan huruf braile sehingga sangat sulit untuk memahami konten yang ditayangkan atau diinformasikan.

Selama ini, sarana dan prasarana publik masih dikatakan sangat tidak ramah bagi penyandang disabilitas di Indonesia. Tidak seperti di Jepang misalnya, yang sangat mengutamakan penyandang disabilitas terbukti di bus atau di kereta, menyediakan tempat khusus bagi kaum difable. Negara-negara di Eropa juga sangat memperhatikan kaum difable dalam setiap sarana prasarana publik.

Elmi memperjuangkan kesetaraan hak dalam mendapatkan tempat yang menunjang kegiatan bagi penyendang diabilitas, terutama di sarana dan prasarana publik. Di Jakarta, memang sudah mulai menyediakan tempat khusus di TransJakarta, KRL dan tempat publik lainnya, namun di Nusa Tenggara Timur, sarana dan prasarana tersebut masih jauh dari kata layak dan wajib disuarakan.

Selain itu, kaum difable ini tak hanya harus menyuarakan kesetaraan haknya, namun juga melawan stigma negatif dari masyarakat sekitar yang memandang sebelah mata. Pandangan tentang kaum difable yang menjadi beban keluarga dan masyarakat ini masih sangat kental. Bukan hanya stigma saja, namun perlakuan tidak adil ini memicu tindakan pengucilan dan perlakuan kurang adil dalam masyarakat.

Selain itu Elmi dan GARAMIN juga menyuarakan pengembangan sarana dan prasaran atau infrastruktur yang ramah bagi penyandang disabilitas sehingga aksesibilitasnya pun sangat membantu penyadang disabilitas dalam mengakses apapun di sarana dan prasaran publik.

GARAMIN juga terus melakukan edukasi kepada masyarakat sehingga bisa menerima kaum difable sehingga bisa diterima di dalam masyarakat dan memiliki jiwa solidaritas terhadap penyandang disabilitas yang masih dikucilkan dan dianggap sebagai beban dalam masyarakat.

Dengan gerakan tersebut, pelan namun pasti masyarakat akan memahami apa yang dialami oleh penyandang disabilitas dan kaum lain yang membutuhkan kesetaraan hak serta infrastruktir yang ramah bagi penyandang disabilitas tersebut.

Dengan peran yang sangat menginspirasi ini, mengantarkan Elmi Sumarni Ismau mendapatkan Apresiasi Kategori Khusus dari Astra dalam SATU Indonesia Award sebuah penghargaan yang diberikan kepada anak bangsa yang memiliki manfaat untuk orang banyak di bidang Kesehatan, Lingkungan, Sosial, Teknologi , Kewirausahaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *