Saya ingat betul ketika saya harus menjadwal ulang pesawat yang harusnya akan saya naiki sore itu. Masalahnya saya harus menempuh perjalanan yang tidak bisa diprediksi kapan sampai di bandara Juanda, Sidoarjo. Kalaupun nekat dengan menggunakan kendaraan apapun, maka tidak akan terkejar. Untung saja pesawat bisa dijadwalkan besok siang. Ituplah sepenggal kisah ketika saya dan teman kerja yang mengunjungi Gunung Bromo dari Malang dan sebelumnya dari Jember. Peristiwa ini memang menjadi pelajaran bagi saya untuk betul-betul mempersiapkan diri jauh-jauh hari segala hal yang berhubungan dengan traveling atau jalan-jalan.
Ada bagian pahit yang saya alami setelah manis yang sebelumnya dicicipi. Hidup memang berputar dan itulah yang menjadi keseruan tersendiri. Namun, ternyata bagian manis itu selalu terjadi di Jember, sebelah barat dari Malang. Beruntung saya selalu kembali ke Jember dalam beberapa kali tugas kerja dengan beberapa orang yang berbeda.
“Kita 2 kali ke Jember bareng ya Bang.”
Kata Bom-Bom, panggilan rekan kerja, ketika sudah berada di mobil travel yang membawa kami dari Bandara Juanda. Saya tersenyum, dan mulai ngobrol ngalor ngidul tentang rencana yang akan kami lakukan di hotel ataupun kulineran di sekitar Jember.
Saya selalu senang berada di Jember karena satu hal, yaitu harga makanan yang selalu membuat saya bertanya-tanya. Memang benar ya harganya segini? Sambil bertanya dan terheran-heran ketika saya dan Bom-bom menghabiskan 2 mangkok dengan harga 6 ribu saja. Selain makanan, saya menyukai wisata alamnya yang begitu indah. Kami pernah diajak keliling ke Rembangan dengan pemandangan bukit yang sangat indah dan banyak produk pertanian yang dijual salah satunya susu murni segar.
Setahun berlalu, saya berganti partner. Kali ini saya bersama bos, namun masih sangat muda. Sama dengan Bom-bom, dia pun berencana untuk mengexplore Surabaya setelah dari Jember. Dan, pada tahun inilah saya berkesempatan mengunjungi pantai dengan pasir putih di Jember, Pantai Papuma.
“Saya kira pantainya berpasir hitam.”
Saya sedikit terperangah melihat pasirnya yang begitu putih. Saya membandingkan dengan pantai Parangtritis di Yogyakarta yang pasirnya hitam dan kecokelatan.
Beberapa tahun berlalu, kini saya kembali lagi ke Jember. Sepertinya ada panggilan yang mengharuskan saya ke Jember. Sepertinya Papuma ingin memperlihatkan kembali kecantikannya setelah lama tak bersua. Pantai Papuma memanggilku kembali ke Jember. Disinilah perjalanan menyenangkan dimulai.
Kami bertiga, saya bersama Aris dan Doel harus menempuh perjalanan 12 jam dari Jakarta menuju Surabaya sebelum ke Jember. Di Stasiun Gubeng inilah akhirnya kami rombongan blogger berkumpul setelah melakukan perjalanan dari daerah masing-masing. Bukan hanya dari Jakarta, beberapa diantaranya dari Surabaya, Bojonegoro, Pemalang, Bandung, dan daerah lainnya. Rasanya sangat lama kami tidak bersua, senang sekali dapat melepas rindu pada saat yang lain sedang terlelap pada dini hari. Dan, pukul 4 lebih kami harus masuk ke Peron dan melanjutkan kembali perjalanan ke Jember.
Tiba di Jember, Pritha dan Kang Nana serta beberapa orang dari Blogger Jember menyambut kami dan tak lupa sarapan di sebuah warung gudeg pecel yang ternama di Jember. Setelah puas makan, akhirnya kami melepas penat dan lelah di Hotel Lestari, salah satu hotel pertama di Jember.
Keesokan harinya, kami mengunjungi kebun Tembakau. Disinilah kami belajar mengenai Tembakau mulai dari menanam, merawat, memupuk, dan memanen. Setelah memanen, kemudian masuk ke tahap selanjutnya mulai dari dipilih daunya, dirangkai dan dikeringkan. Ternyata tidak cukup sampai pengeringan saja, masih banyak tah selanjutnya di Pabrik pengolahan dan penyimpanan. Dan, akhirnya siap untuk diracik menjadi cerutu atau Cigar terbaik di BIN (Boss Image Nusantara).
Selain ke kebun dan pabrik tembakau, kami juga mengunjungi Museum Tembakau satu-satunya di Jawa Timur, bahkan di Indonesia. Setelah berlelah dengan Tembakau berakhir di Taman Botani Sukorambi. Dihari berikutnya, selain ke pantai papuma, kami juga mengunjungi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, satu-satunya di Indonesia. Bagian ini akan saya tulis terpisah nantinya.
Melepas rindu dengan pasir putih Papuma, saya makin takjub dengan perubahan yang terjadi disini. Selepas kami turun dari Bus, kami berjalan menyusuri sepanjang pantai. Dulu, tidak seramai ini dan sedikit sekali bangunan permanen seperti villa atau penginapan seperti yang saya lihat saat ini.
Tak hanya pantai yang menarik perhatian saya, deretan perahu yang bersandar itu sempat menarik perhatian saya sebelum berlalu menjadi pasir putih kembali. Sepanjang jalan menuju Sitihingil memang sudah beraspal. Dulu, saya tidak terlalu jelas melihatnya hanya saja setiap mobil atau motor yang melintas selalu berbenturan dengan batu.
Jalan menuju Sitihinggil memang tidak terlalu menanjak, namun cukup menguras keringat karena cuaca Jember sedang sangat panas dan teriknya. Tidak ada yang tidak mungkin, iya saya selalu menyemangati diri ketika bertemu dengan medan yang menanjak naik atau beranak tangga seperti jalan menuju bukit tinggi di kawasan pantai Papuma.
“Ayo Man, kamu bisa. Ayo Man!”
Ternyata tidak ada orang lain yang tersisa selain saya yang masih menaiki anak tangga. Saya mengatur nafas agar dapat naik dengan cepat. Sebelum anak tangga terakhir, saya sempat mengambil foto dan hasilnya memang sangat bagus.
Bagai mendapat durian runtuh, saya terpesona dengan pemandangan dari atas bukit Sitihinggil. Seluruh pantai dan kawasan sekitar pantai cukup mengobati perjuangan menuju ke atas tadi. Selain menikmati pemdangan, kami juga disugguhkan es kelapa muda yang sangat segar. Inilah kombinasi yang sangat menyenangkan pemandangan indah dan es kelapa muda. Seperti surga dan kenikmatan dunia, itulah yang bisa saya gambarkan dari balik penglihatan saya.
Rasanya saya ingin berlama-lama di Tanjung Papuma ini, namun ternyata kami harus kembali melanjutkan perjalanan guna mengakhiri perjalanan selama 3 hari di Jember. Rasanya sangat kurang sekali untuk menikmati wisata unik di Jember. Semoga Tuhan mengabulkan permintaan saya untuk kembali lagi ke Jember suatu hari nanti. Namun, tenang saja, tulisan tentang keindahan dan keunikan Jember akan saya sharing beberapa minggu kedepan.
Terima kasih kepada Blogger Jember dan Taman Botani Sukorambi serta pihak-pihak sponsor seperti BIN Cigar, Bedhag Kopi, Fondre – Oleh-oleh Jember, Repri (Penyewaan alat camping), Nyonya Ama Catering, Hotel Lestari, Pengelola Tanjung Papuma, dan Warung Kembang.
Perjuangan untuk menaiki tangga menuju Puncak Siti Hinggil terbayar dengan keindahan pantai Papuma yang benar-benar eksotis ya mas. Sukses selalu dan salam hangat dari Bojonegoro
Pengen ke Papuma lagi aku Kak
ayok ke sana lagi Kakkkkkkkk
Aminnn semoga bisa explore keindahan dan potensi jember lainnya yaa.. Pantai Papuma emang keren ih..
Perjalanan ke satu tempat emang menyenangkan ya, apalagi ke Jember ini, meski jauh tapi rasanya happy banget apalagi ketika diajak ke destinasi jember, whuuaa hilang deh capenya…
Seruu, penuh kenangan..
Gak sabar nunggu sesi ke 2 nih..
Beda ya kalo tulisan travel blogger senior, wkwkwkwk. Kl mengunjungi tempat yg sebelumnya pernah ada memori rasanya emang sesuatu. Ditunggulah kl mau balik lg kr Jember~
Iya jember terkenang dengan perkebunan tembakaunya. 2 kali ke Jember belum sempet lihat semua proses itu.
Dan yang pasti kalau ke Jember bawa prol tape , heheheh dan kalau musim buah naga juga murah di jember