Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki beragam produk pertanian dan perkebunan yang sangat potensial. Di samping itu, peternakan dan perikanan pun mampu menghasilkan beragam produk yang bisa diekspor. Tentu saja pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan ini merupakan pengerak ekonomi Indonesia selama beberapa tahun terakhir.
Menurut statistik dari BPS, Sektor pertanian berkontribusi besar pada Produk Domestik Bruto (PDB) selama kuartal II 2022. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sektor ini berkontribusi hingga 12,98% terhadap pertumbuhan ekonomi pada 3 bulan kedua tahun 2022. Dengan besarnya kontribusi tersebut, maka sangat wajar jika pertanian bisa dikembangkan, Indonesia bisa menjadi negara pengekpor komoditas pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan ke negara lain.
Namun, dibalik potensi sektor agraria di Indonesia, ternyata berbanding terbaik dengan minat masyarakat dalam sektor ini. Padahal melihat beberapa puluh tahun lalu, sektor ini merupakan penopang ekonomi Indonesia. Ternyata minat masyarakat dalam sektor ini pun kian memudar, apalagi generasi muda pun tidak memiliki ketertarikan dalam pertanian ini.
Gagal panen, cuaca dan iklim yang tidak menentu, serta ketersediaan pupuk pun menjadi alasan mengapa pertanian ini dianggap sebagai sebab utama hilangnya minat millenial untuk terjun di sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Penggerak Kelompok Santri Tani Millenial
Rizki Hamdani, Seorang yang berasal kota yang berjarak 1,5 jam dari Surbaya ini merasa terpanggil untuk turut serta dalam mengembangkan pertanian di pondok peseantren. Inilah Jombang, salah satu kota tersohor dengan keberadaan pondok pesantren. Keberadan pondok pesantren inilah yang mengukuhkan santri-santri yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, untuk menetap di kota yang mendapat julukan Kota Santri ini. Dari keresahan Rizki akan nasib pertanian dan beberapa sektor lainnya ini membuatnya membentuk Kelompok Santri Tani Millenial.
Saat harga cabai merangkak naik, Santri-Santri bisa mendapatkan keuntungan sekaligus menstabilkan harga dengan peran kebun cabai yang dipanen pada saat harga sedang naik. Pun sama dengan komoditas lain, santri pun akan mendapatkan banyak manfaat dalam Kelompok Santri Tani Millenial ini.
Kelompok Santri Tani Millenial ini dijadikan sebagai wadah sejumlah pondok pesantren di Jombang, terutama santri untuk ambil bagian dalam beragam program agribisnis yang menunjang secara ekonomi dan bisnis. Santri akan mendapatkan banyak manfaat, salah satunya adalah secara finansial. Santri juga secara tidak langsung akan mendapatkan ilmu baru seperti cara bertani, beternak, pemasaran dan lainnya.
Untuk memudahkan para santri melakukan beragam hal, Rizki Hamdani membentuk Integrated Farming Sytem (IFS) atau Sistem Pertanian Terpadu. Sistem ini akan membantu pemasaran dengan membentuk unit-unit usaha yang digabungkan dalam satu sistem terpadu. Dalam sistem tersebut merangkum pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Misalnya, limbah kolam ikan lele yang dijadikan sebagai pupk tanaman, dan Rizki juga mengembangkan batang pohon sorgum untuk pakan ternak.
Selain mendapatkan banyak ilmu tentang agribisnis, Kelompok Santri Tani Millenial ini mendapatkan penghasilan tambahan dari hasil penjualan. Tak hanya itu, Rizki juga berhasil memutus rantai penjualan hasil panen yang sebelumnya sangat panjang menjadi langsung ke rumah pemotongan. Dengan pemutusan tersebut, maka penghasilan yang didapat pun menjadi semakin besar.
Raih penghargaan SATU Indonesia Awards Tahun 2020
Hasil perjuangan Rizki tidak berhenti sampai disitu saja. Setelah mendapat pengakuan dan dukungan dari Kementerian Pertanian serta Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Brantas, Rizki mendapat pengakuan pada SATU Indonesia Awards 2020 bidang lingkungan hidup. Ide tersebut semakin mendapat perhatian di masyarakat dan mematahkan stigma bahwa sektor pertanian tidak bisa diambil alih oleh generasi milenial.